Salah satu topik yang tren di tengah-tengah masyarakat adalah politik. Politik dapat memecah belah bangsa, merusak hubungan persaudaraan atau persahabatan, bahkan membuat pertengkaran dalam rumah tangga. Kok bisa? Ya, karena politik dijadikan sebagai kendaraan yang merusak hubungan dengan orang lain. Inilah cara-cara berpolitik yang tidak didasarkan pada prinsip berpolitik yang bermartabat. Politik (politikē) adalah seni pengelolaan atau pengaturan kehidupan masyarakat di dalam kota (polis). Pengelolaan dan pengaturan kehidupan dalam kota adalah politik yang sesungguhnya. Namun, yang terjadi adalah politik dijadikan sebagai kendaraan untuk mencapai kekuasaan, yang sering kali menggunakan cara-cara yang tidak beradab. Sesungguhnya politik itu baik karena memiliki landasan filosofis dan tujuan yang baik demi keadilan dan kebaikan seluruh masyarakat. Sebaliknya, politik juga dapat menjadi alat perdamaian (peacekeeping tools) ketika memiliki kepentingan yang sama. Hal ini dapat dilakukan dengan melibatkan lawan politik masuk ke dalam suatu pemerintahan.
Menurut Aristoteles, negara diciptakan secara alami dan manusia adalah makhluk politik (Adams and Dyson 2007). Sebagai makhluk politik, maka politik harus bertujuan untuk menciptakan kebaikan bersama dan keadilan dalam suatu kota. Kebaikan bersama ditentukan dengan penegakan keadilan dan mengupayakan kebahagiaan dalam kehidupan bersama melalui pemerintahan yang baik. Indikator pemerintah yang baik ditentukan oleh cara orang mengatur dirinya sendiri. Pemerintahan yang baik kelihatan dalam bentuk negara atau konstitusi yang memungkinkan warga negara menjalani kehidupan bersama dalam kebebasan (Ryan 2014). Pemerintahan yang baik dikelola oleh orang terbaik, unggul dalam kebajikan, dan pemerintah maupun rakyat memiliki visi yang sama untuk mencapai kehidupan yang layak (Ryan 2014). Hal ini berlaku dengan politik. Politik yang baik adalah diperankan oleh orang baik, dijalankan secara bermartabat, dan membuat sesuatu menjadi lebih baik. Seorang yang mampu menjadikan sesuatu lebih baik itulah yang disebut politikus, pemimpin, dan negarawan.
Politik yang bermartabat mencegah orang jahat menjadi pemimpin yang despotisme. Despotisme adalah suatu sistem yang diciptakan melalui penaklukan, yang menyebarkan rasa takut atau teror, dan menghasilkan sesuatu tanpa pertimbangan dan hikmat. Asas utama despotisme adalah kecenderungan kekuasaan yang jahat. Despotisme umumnya berlaku di dalam masyarakat tradisional di mana adat adalah raja. Contoh pemerintahan yang menerapkan despotisme adalah Firaun, Kaisar Caligula dan Nero, dan Hitler. Pada masa kini, istilah despotisme dipahami sebagai sistem pemerintahan diktator dan totalitarianisme. Hakikat dari despotisme adalah kekuasaan tanpa batas. Tidak ada parlemen, tidak ada oposisi, tidak ada kebebasan pers, tidak ada peradilan yang independen, tidak ada perlindungan terhadap hak milik pribadi, dan tidak ada kebebasan berpendapat, sebab segala sesuatu adalah milik pribadi sang despotis (Minogue 2000). Dampak dari despotisme, maka muncul gerakan mistisisme yang mencari hakikat kehidupan melalui alam spiritual. Mistisisme sebagai bentuk penarikan diri dari urusan sosial dan politik, karena dianggap politik itu kotor dan tidak bernilai. Politik dianggap hanyalah sandiwara ilusi, sehingga tidak perlu mengambil bagian di dalamnya.
Sesungguhnya, politik memiliki nilai kebaikan bagi masyarakat. Politik memiliki nilai jika tujuannya untuk kebebasan secara ekonomi, budaya, sosial, hukum, dan agama. Kebebasan bagi masyarakat adalah kebebasan yang menjunjung tinggi nilai-nilai moral. Dalam hal kebebasan, Minogue memberikan pemikiran yang menarik bahwa harga sebuah kebebasan adalah kewaspadaan, dan bentuk kewaspadaan itu ialah perhatian terhadap politik (Minogue 2000). Ini berarti bahwa perhatian atau keterlibatan dalam berpolitik sangat menentukan kebebasan yang bertanggung jawab bagi masyarakat. Nilai politik bergantung pada ideologi kebebasan dan kesamaan hak dan kewajiban dalam suatu negara-kota. Politik sebagai salah satu cara berpikir, merasakan, dan berhubungan dengan sesama untuk mendapatkan kesetaraan dalam kepelbagaian (Minogue 2000).
Berpolitik itu harus bermartabat. Mengapa? Karena orang-orang yang terlibat dalam politik sesungguhnya sedang mempertaruhkan martabat manusia. Politik bersifat netral, namun bisa digunakan untuk kepentingan yang jahat dan baik. Politik menjadi baik ketika setiap orang yang mengambil bagian di dalamnya memahami dan menerapkan prinsip-prinsip kekuasaan yang bertujuan untuk keadilan dan kebaikan bagi seluruh masyarakat. Dalam konsep ini, maka tidak ada tindakan-tindakan yang tidak beradab dilakukan selama proses demokrasi itu sendiri.
Politik semakin menarik ketika dilakukan secara bermartabat. Dalam mewujudkan pemerintahan yang baik melalui politik yang bermartabat, maka ada etos politik yang perlu dipertimbangkan secara matang dan bijaksana. Pertama, supporting party, yaitu partai politik yang mengusung memiliki komitmen yang serius tentang keadilan, kesejahteraan, kesetaraan, dan kebaikan bagi seluruh masyarakat. Kedua, candidate track record, yaitu orang yang mengajukan diri sebagai pemimpin memiliki rekam jejak yang baik di tengah-tengah masyarakat. Rekam jejak adalah bukti perjalanan hidup dan karakter seseorang yang bisa dibaca dan dirasakan oleh siapa pun. Ketiga, campaign volunteers, orang yang mendukung calon. Orang yang baik memiliki tujuan yang baik dan memilih calon yang baik. Pendukung yang baik akan memberikan dan menyampaikan ide dan gagasan yang baik tanpa merendahkan dan mencela lawan politik. Politik juga dapat berarti seni kompetisi gagasan bukan uang apalagi emosi. Fanatisme berpolitik yang bermartabat adalah terletak pada konsep bukan uang dan emosi. Sering kali politik menjadi “jahat”, karena cara-cara para pendukung menjelek-jelekkan lawan politik. Dalam kamus politik tidak pernah dibenarkan cara-cara yang tidak bermartabat. Politik yang bermartabat akan menghasilkan pemerintahan yang adil, sejahtera, dan bahagia. Keempat, inclusive political, yaitu mencari dan memberikan dukungan politik dengan melibatkan siapa pun. Inclusive political berlawanan dengan tribal nepotism. Tribal nepotism adalah suatu tindakan memberi dukungan atau mencari dukungan karena adanya hubungan kekeluargaan atau persahabatan (sedarah, semarga, satu garis keturunan, satu daerah, satu alumni, satu angkatan, satu kos, satu kampung, satu perusahaan, satu perguruan, satu agama). Tribal nepotism ini mencederai politik yang bermartabat, sehingga perlu diwaspadai dengan gerakan-gerakan politik ini selama masa kampanye. Kelima, vision, yaitu pandangan tentang masa depan kehidupan masyarakat sebagai dampak dari kepemimpinan yang diimplementasikan melalui program dan kebijakan. Dengan demikian, berpolitik secara bermartabat bukan hanya tentang bagaimana mencapai dan mendapatkan kemenangan politik, melainkan sejauhmana nilai-nilai moral diterapkan dalam berpolitik yang dijalankan dengan penuh integritas dan rasa tanggung jawab kepada masyarakat.
“Victoria quae per dolum obtinetur est clades”
Kemenangan yang diraih karena kecurangan adalah kekalahan
Penulis: Terifosa Ndruru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai topik dan menjaga etika sopan-santun