Oleh: Windo Fajar Utama
Suatu sistem penguasaan sumber daya oleh kalangan elite, yang diantaranya dimaksud adalah individual maupun kelompok kecil. Kata lainnya adalah seseorang atau kelompok kecil menguasai kalangan pengambil keputusan yang dapat mempengaruhi orang-orang banyak untuk tujuan kekuasaan. Individual atau kelompok kecil tadi dimaksud dengan Oligarki.
Merujuk pada Polybius yakni sejarawan romawi kuno dalam Teorinya Siklus Polybius menyampaikan bahwa sebelum munculnya oligarki berasal dari Aristokrasi, yang dimana kemunculannya disebabkan oleh adanya kaum bangsawan (aristokrat) melawan tirani dari kepemimpinan pada sistem monarki/kerajaan yang semena-mena terhadap rakyatnya sendiri. Selanjutnya kemudian muncul sistem pemerintahan demokrasi dengan tujuan untuk menghadang kelompok oligarki.
Tepatnya siklus yang dimaksud adalah sistem pemerintahan monarki yang dilawan oleh kaum aristokrat yang berujung pada munculnya kelompok oligarki, lalu kemudian selanjutnya terbentuk sistem pemerintahan yang demokrasi. Teori tersebut menjelaskan tentang siklus pemerintahan antara penguasa dengan rakyat dari masa ke masa. Kepunyaan atas jabatan, uang, serta hubungan kekerabatan adalah beberapa indikator penting terbentuknya kelompok oligarki.
Sistem pemerintahan demokrasi saat ini tidak lepas dari adanya kepentingan dari kelompok oligarki yang silih berganti. Merebut kekuasaan melalui seseorang yang dipilih sebelumnya untuk ikut kontestasi secara konstitusional, dengan memberikan dukungan mutlak yakni jaringan politik dan dukungan finansial besar. Artinya perebutan kekuasaan pada tingkatan lokal maupun nasional saat ini tidak lepas dari adanya kepentingan kelompok oligarki. Kepentingan dimaksud tentunya adalah mengakomodir keinginan dari kelompok oligarki tersebut, bahkan tidak sedikit pula yang berbuat maksimal yang kemudian lalu mengesampingkan kepentingan-kepentingan primer.
Akhirnya, pembenahan pada sektor kesejahteraan sosial melalui peningkatan taraf hidup rakyat (adanya lapangan kerja), kesehatan, pendidikan, kesamaan dimata hukum/peraturan serta keamanan dalam bernegara semakin jauh dari harapan karena kepentingan-kepentingan oligarki tersebut yang diduluankan oleh keterwakilan kelompok oligarki pada pusaran kekuasaan; pemimpin di daerah atau tingkatan nasional. Secara umum, kelompok oligarki berkerja untuk membangun kekuatan mereka sendiri dengan tanpa memperhatikan kebutuhan masyarakat luas.
Jeffrey A. Winters, penulis buku Oligarchy menyampaikan “meskipun ada perluasan kebebasan politik dan demokrasi sepanjang sejarah, kaum oligark selalu berhati-hati dengan masyarakat demokratis yang mengancam kekayaan mereka”. Artinya bahwa kaum atau kelompok oligarki bekerja secara akurat dalam menentukan keputusannya, khususnya dalam mendukung calon penguasa di daerah maupun tingkatan Negara. Akurasi tersebut tentunya terencana dengan matang sebelumnya, membutuhkan cukup waktu dalam persiapannya, hingga akhirnya menghimpun kaum oportunis dari intitusi birokrasi dan intitusi politik untuk ikut serta dalam suksesi terhadap pilihan kelompok oligarki.
Hal tersebut dapat dilakukan dikarenakan adanya sumber daya kekayaan materi pada kelompok oligarki. Sejatinya tujuannya adalah pertahanan terhadap kekayaan kaum/kelompok oligarki. Dengan adanya keterwakilan kelompok oligarki di pusaran pengambil keputusan tingkatan daerah maupun nasional maka secara otomatis akan dikorelasikan dengan kepentingan kelompok oligark.
Cita-cita demokrasi suatu Negara semakin jauh dengan adanya kelompok oligarki. Demokrasi diidam-idamkan sebelumnya adalah untuk menjadi sebuah sistem ideal dalam bernegara dengan tujuan mensejahterakan rakyat seluruhnya, memberikan ruang aman dalam bernegara serta mempunyai hak sama dalam bernegara yakni bebas untuk memilih dan berhak untuk dipilih.
Pemicu hadirnya kelompok oligarki tidak terlepas dari high cost dalam mengikuti perhelatan demokrasi. Perhelatan secara konstitusional tersebut dinamakan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah dan kelompok oligarki dengan sumber dayanya terlibat secara tidak langsung dalam kontestasi tersebut.
Partai Politik adalah salah satu instrumen demokrasi yang dapat mengusung calon pemimpin di tingkatan Negara atau Daerah dari kelompok oligarki dan kader partai politik tidak menjadikan syarat dan pilihan utama pada pagelaran tersebut. Pengabaian terhadap kader disebabkan karena adanya sumber daya dari penguasa baik secara materi maupun pengaruh kekuasaan diatasnya.
Atas hal tersebut demokrasi semakin jauh dari harapan masyarakat untuk mendapatkan kesejahteraan karena menjadi nomor 2 (dua) setelah terakomodirnya kepentingan-kepentingan kelompok oligarki, yang sebelumnya arah kebijakan politik secara mutlak dikuasai oleh mereka (kaum oligarki). Ironi juga terjadi pada sebuah konstestasi demokrasi secara langsung saat ini, dimana tidak sedikit terjadinya adanya pasangan calon tunggal di sebuah daerah pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).
Artinya mayoritas partai politik bersepakatan mengusung satu Pasangan Calon untuk menjadi Kepala Daerah, dan lebih ironi lagi bukan dari kader salah satu gabungan partai politik.
Seperti yang terjadi pada Pilkada serentak pada Tahun 2020 sebanyak 25 calon tunggal. Mengalami peningkatan yang cukup drastis pada Pilkada-Pilkada sebelumnya yakni, pada Tahun 2015 sebanyak 3 (tiga) calon tunggal, lalu pada Tahun 2017 bertambah menjadi 9 (sembilan) calon tunggal, dan pada Tahun 2018 naik lagi menjadi 16 (enam belas) calon tunggal. Hal tersebut menjadikan sebuah fenomena demokrasi.
Fenomena tersebut menjadi tren pada demokrasi di daerah dewasa ini, peningkatan kuantitas terhadap pasangan calon tunggal pada pelaksanaan Pilkada Serentak. Secara tersirat fenomena tersebut dikarenakan adanya keterlibatan oligarki didalamnya yakni indikatornya adalah hubungan kekerabatan, sumber daya finansial yang cukup besar, jaringan politik serta pengaruh kekuasaan sebelumnya maupun yang diatasnya.
Gambaran tersebut semakin terlihat bahwa dengan adanya sumber daya finansial yang cukup besar, kaum oligarki dapat memutuskan secara sepihak pilihannya untuk menjadi Kepala Daerah melalui partai politik. Dengan perolehan tersebut maka kaum oligarki memiliki kekuasaan didaerah tersebut melalui orang yang ditunjuknya sebagai perwakilannya.
Dasar dari potret tersebut maka oligarki dapat berdampingan “mesra” dengan demokrasi yang saat ini sedang dipakai sebagai sistem mekanisme dalam menentukan seorang pemimpin di tingkatan Negara maupun daerah.
Dengan adanya keterlibatan kaum oligarki pada tatanan demokrasi maka akan sulit terwujudnya cita-cita dari demokrasi. Suatu cara untuk melemahkan kaum oligarki pada tatanan demokrasi adalah dengan cara memberikan pendidikan politik yang maksimal pada setiap tingkatan, menjadi kurikulum wajib pada pendidikan setiap jenjang menengah keatas, hadir di tengah-tengah simpul masyarakat pedesaan dan pinggiran kota untuk melakukan sosialisasi tentang keberadaan oligarki.
Keikutsertaan pemuka agama untuk menyampaikan tentang hadirnya Negara untuk setiap lapisan masyarakat serta penyampaian daya nalar kritis dari para aktivis, pemuda dan kaum intelektual atas kebijakan-kebijakan yang tidak berpihak pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
(Penulis adalah Pengamat Sosial)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Berkomentarlah sesuai topik dan menjaga etika sopan-santun